Jakarta (ANTARANews) - Kementerian Budaya dan Pariwisata (Kemenbudpar) melalui kuasa hukum Lubis, Santosa & Maulana Law Offices mempertimbangkan beberapa langkah termasuk upaya hukum atas tindakan yang mengancam menangguhkan dan membatasi dalam mendukung Pulau Komodo sebagai finalis oleh New7Wonders Foundation (N7WF).

"Kami mengambil upaya hukum yang tersedia karena diberlakukan tidak adil dalam keikutsertaan Komodo dalam 'new7Wonders of Nature' (Tujuh Keajaiban Dunia Baru)," kata Todung Mulya Lubis, saat konferensi pers di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, upaya hukum diajukan untuk kepastian hukum dan tidak ada korban kembali dari N7WF yang bernuansa komersial yang menciderai dari keajaiban dunia tersebut.

Todung mengungkapkan bahwa upaya hukum, yakni gugatan perdata melalui pengadilan Swiss karena domisili N7WF di negara tersebut.

Gugatan ini diajukan agar tindakan N7WF agar mencabut pengumuman menangguhkan Komodo menajdi nomanasi finalis dan membatasi Kemenbudpar melakukan promosi mendukung penominasian Pulau Komodo sebagai finalis tujuh keajaiban dunia.

"Tentang penangguhan sudah tidak, namun kami mau transparansi dan diberikan akses jumlah suara yg masuk dan finalis yang ada," katanya.

Tentang pembatasan karena Indonesia tidak bersedia menjadi tuan rumah penobatan tujuh keajaiban dunia sangat tidak ada hubungannya, kata Todung, diambil secara sepihak oleh N7WF.

"Official supporting committee kita tidak boleh melakukan promosi apapun hak kita ditiadakan, mereka membatalkan perjanjian secara sepihak, saya yakin posisi hukum Kemnbudpar sangat kuat," jelasnya.

Tentang klausul bahwa N7WF bisa mengeliminasi finalis dianggap Todung sebagai tindakan kontradiktif, karena Komodo masuk nominasi bukan ditentukan oleh N7WF tetapi berdasarkan hasil voting.

"Tidak bisa mengeliminasi begitu saja. Apalagi, pemerintah merasa tidak pernah melakukan apapun yang bertentangan dengan perjanjian. Jadi N7WF tidak bisa semena-mena," katanya.

 

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2011