Jika penggemar sepak bola ditanyai perihal Schalke 04 pada periode 2000-an, mungkin mereka akan menyebut Die Koenigsblauen sebagai salah satu klub papan atas di Liga Jerman, yang pernah diperkuat sejumlah nama besar seperti Raul Gonzalez dan Klaas-Jan Huntelaar.

Meski telah lama tidak menjuarai Liga Jerman, prestasi Schalke juga terawat pada periode tersebut. Mereka merupakan tiga kali juara Piala Jerman, satu kali juara Piala Liga Jerman, satu kali juara Piala Super Jerman, dan Schalke juga sempat menembus semifinal Liga Champions pada 2011.

Baca juga: Hansi: Lawan Stuttgart, lini belakang Bayern perlu diperbaiki

Bagaimana jika pertanyaan serupa ditanyakan sekarang? Selain para penggemar fanatik Schalke, penggemar sepak bola biasa akan menyebut bahwa klub asal Gelsenkirchen itu merupakan klub sepak bola medioker yang sedang menatap jurang degradasi.

Secara harfiah, Schalke memang sedang berada di posisi terburuk di strata tertinggi sepak bola Jerman. Mereka kini berada di posisi juru kunci klasemen Liga Jerman, dengan koleksi tiga poin dari delapan pertandingan.

Kemenangan di liga pun sudah lama tidak lagi dinikmati para pemain Schalke. Hampir setahun mereka tidak lagi merasakan kemenangan di Liga Jerman, di mana kemenangan terakhir didapat Schalke pada 17 Januari silam saat memukul Borussia Moenchengladbach dua gol tanpa balas. Total sudah 24 pertandingan liga dilalui Schalke tanpa kemenangan.

"Rasanya sangat menyedihkan setiap kali muncul dan memainkan sepak bola yang buruk. Kami selalu tertinggal selangkah, kami bahkan terlambat saat melakukan tekel dan kami bahkan tidak mendapat satu kartu kuning pun," kata penyerang Mark Uth seperti dikutip Sky setelah kekalahan dari Wolfsburg pekan lalu.

"Saya tidak tahu bagaimana kami dapat memenangi permainan seperti ini. Saya telah cukup berusaha dan saya sangat marah. Saya rasa saya akan menuju ke ruang ganti dan menangis," tambahnya.

Kini lawan terakhir yang mampu mereka kalahkan di liga, Gladbach, akan kembali mereka hadapi pada Sabtu (28/11) ini. Bedanya, saat ini terdapat celah sebesar 11 strip di klasemen yang memisahkan Schalke dengan Gladbach.

Situasi tim berantakan

Situasi internal di kubu Schalke juga berantakan. Pertama, direktur teknik Michael Reschke dibebas tugaskan dari tugas-tugasnya setelah mengabdi selama 18 bulan dan menangani tiga bursa transfer.

Tidak lama kemudian, Schalke mengumumkan bahwa Amine Harit dan Nabil Bentaleb akan berlatih terpisah dari rekan-rekan setimnya sampai terdapat pemberitahuan lebih lanjut. Bentaleb sendiri dipastikan akan meninggalkan klub selambat-lambatnya pada musim panas 2021.

Pemain lain, Vedad Ibisevic, akan mendapat pemutusan kontrak pada 31 Desember dan saat ini telah kembali ke Berlin untuk tinggal bersama keluarganya. Penyerang veteran asal Bosnia itu terlibat dalam perselisihan di lapangan latihan dengan asisten pelatih Naldo.

Dilepasnya sejumlah pemain di atas membuat Schalke akan kesulitan untuk mendapatkan pemain-pemain pengganti pada bursa transfer mendatang. Ketua Schalke Jochen Schneider bahkan mengakui bahwa klubnya akan kesulitan mempertahankan pemain-pemain bagus mereka seandainya muncul tawaran dari klub-klub besar yang lebih mapan.

Masalah uang

Masalah uang juga membelit Schalke. Klub itu mengakhiri tahun finansial 2018/2019 dengan lilitan hutang hampir mencapai 200 juta euro, angka yang dapat melonjak sampai 250 juta euro pada akhir tahun kalender.

Hubungan pihak klub dengan para penggemar memburuk. Para pemegang tiket terusan ditanyai mengapa mereka meminta pengembalian dana tiket (refund), sedangkan pihak klub mempekerjakan banyak pegawai dengan gaji minim. Dua hal itu semakin memicu ketegangan di kedua belah pihak.

Dalam satu kesempatan, kelompok penggemar Schalke yang paling vokal Ultras Gelsenkirchen, mengkritik dewan pengawas klub, dewan kehormatan, manajemen keuangan, dan mengeluhkan terdapat pengabaian terhadap nilai-nilai klub.

"Musim ini secara keseluruhan merupakan keruntuhan moral. Klub dengan cepat kehilangan kepercayaan dan identifikasi mereka. Kami tidak akan membiarkan klub diambil dari kami dan dihancurkan," demikian pernyataan tertulis mereka pada akhir musim 2019/2020.

Di sisi manajemen klub, mereka sedang mengupayakan perubahan struktur fundamental di Schalke. Dengan dipimpin oleh direktur pemasaran Alexander Jobst, manajemen diketahui sedang berusaha mengubah klub dari klub yang 100 persen dikendalikan oleh anggota, menjadi kemitraan korporasi.

Masalah di luar lapangan

Tidak berhenti sampai di sana, Schalke juga memiliki masalah di luar lapangan terkait mantan ketua mereka Clemens Toennies.

Pada Juni, kelompok penggemar Schalke mengadakan demonstrasi dengan slogan "Schalke bukan rumah jagal! Menentang perusakan klub kami!"

Kalimat-kalimat itu mengacu pada merebaknya wabah COVID-19 di pabrik pemrosesan daging milik Toennis di Rheda-Wiedenbruck.

Itu bukan pertama kalinya Toennis terbelit masalah di luar urusan sepak bola. Pada Agustus 2019, ia diwajibkan untuk mundur selama tiga bulan setelah melontarkan komentar mengenai Afrika yang bertendensi rasis.

Dengan pemain-pemain kunci yang dilepas dan mereka akan kesulitan mendapatkan penggantinya, ditambah deretan nir-kemenangan yang mengancam mereka terdegradasi untuk pertama kalinya sejak 1988, masalah-masalah Schalke di luar lapangan terefleksi dengan jelas pada penampilan mereka di atas lapangan.

Penampilan yang menyedihkan tentunya.

Pewarta: A Rauf Andar Adipati

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020