Tangerang (ANTARABanten) - Eka Julianta Wahjoeparmono, doktor bidang hukum yang telah membedah 23 batang otak di Indonesia merupakan terbaik di Asia, kata Dewan Pengawas Perum LKBN ANTARA, Asro Kamal Rokan di Tangerang, Kamis.

"Saya adalah salah satu pasien dr Eka, jadi mengetahui kinerjanya dan dia termasuk dokter kelas dunia serta terbaik di Asia," katanya.

Asro Kamal Rokan yang juga Pemimpin Redaksi Jurnal Nasional  mengatakan itu usai Eka sidang promosi terbuka doktor hukum Universitas Pelita Harapan (UPH) Karawaci, Tangerang, dengan promotor Prof Dr Indriyanto Seno Adji SH MH.

Namun Eka dalam disertasinya bertajuk "Alasan Pembenar Tindakan Medik Menurut Undang-Undang Praktek Kedokteran dan Standar Operasional Prosedur Dalam Sengketa Hukum Malapraktik".

Menurut Asro, Eka sudah melakukan bedah batang otak sebanyak 23 pasien dan hal ini dianggap suatu yang mengandung resiko luar biasa karena menyangkut nyawa manusia.

Jika seorang dokter melakukan kesalahan sekecil apapun apalagi dalam membedah batang otak, maka resikonya adalah kematian.

Eka bukan saja meraih doktor pada disiplin ilmu hukum, melainkan juga memiliki gelar profesor medis dan sehari-hari adalah Dekan Fakultas Kedokteran UPH Karawaci.

Bahkan Eka menjadi dosen tamu pada sejumlah universitas di luar negeri seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Afrika.

Pria kelahiran Klaten, Jateng, 27 Juli 1958 dengan nama lahir Tjioe Tjay Kian itu tak pernah mengenal kata menyerah dalam melaksanakan tugas meski telah sekitar 6.000 pasien yang menjalani operasi otak.

Suami dari Hannah Kiati Damar itu dalam melayani pasien adalah hal utama dan dia tidak membedakan yang kaya maupun miskin, baginya pelayanan kesehatan adalah hak bagi semua orang.

Ketika ditanya tentang ambisinya meraih doktor bidang hukum itu, Eka mengatakan bahwa bila seorang dokter telah bekerja secara baik sesuai prosedur dan standar operasional tidak perlu gentar dalam melakukan kesalahan apalagi hingga ke pengadilan.

Praktik kedokteran tidak terlepas dari kelalaian dan perlu dikaji lebih serius dalam pandangan hukum kedokteran, sehingga memberikan kedudukan seimbang antara dokter dan pasien.

Sedangkan di Indonesia, katanya, masih terdapat kesenjangan antara harapan pasien dan keluarganya dengan hasil terapi medis yang tidak sesuai, terkadang menimbulkan praduga bahwa dokter melakukan malpraktik.

Pewarta:

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2010