Anggota Komisi I DPR RI Willy Aditya meminta Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI bersikap tegas kepada PBB untuk mengusut dan menindak tegas pelaku serangan yang mengakibatkan gugurnya prajurit TNI Serma Rama Wahyudi saat menjalankan tugas misi sebagai pasukan perdamaian PBB di wilayah Republik Demokratik Kongo, Afrika.
"Luar biasa ini, tidak ada penghormatan terhadap etika internasional. Ini harus ada tindakan tegas dari PBB. Pemerintah harus secara resmi menyampaikan nota protes keras dan desakan agar PBB bertindak secara tegas dan efektif terhadap pelanggaran etika berat ini," tegas Willy dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu.
Menurut Willy, setiap anggota TNI yang dikirim dalam misi-misi perdamaian PBB adalah bagian dari penghormatan Indonesia terhadap etika pergaulan internasional.
Misi perdamaian juga merupakan bagian dari pelaksanaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 untuk menciptakan perdamaian dunia.
Oleh karena itu, pemerintah harus serius untuk mendesak PBB memberi tindakan tegas terhadap Pemerintah Kongo untuk menindak penanggung jawab penyerangan Serma Rama.
"Pasukan kita di Kongo itu dilindungi dengan hukum humaniter internasional. Mereka diserang oleh pihak berkonflik tanpa mengindahkan hukum internasional. Tentu serangan yang dilakukan tidak serta-merta terjadi, itu harus diusut dan dikejar pelakunya," kata Willy.
Politisi NasDem ini menyampaikan ungkapan dukanya bagi keluarga korban serangan milisi separatis Monusco di Kongo.
Dia juga meminta Kementerian Pertahanan, Kemenlu, dan TNI untuk memperhatikan kondisi keluarga korban.
Sebagai prajurit yang gugur dalam penugasan, menurut Willy, Negara harus memberi perhatian terhadap bukan hanya anggota TNI yang gugur, namun juga terhadap keluarga yang ditinggalkan.
"Anggota TNI sudah pasti jelas pertanggungjawaban negara terhadapnya. Kadang yang sering dilupakan justru keluarga para anggota TNI ini. Ada masa depan keluarga yang terenggut dari jatuhnya korban TNI. Ini harus dipikirkan, karena jelas-jelas TNI yang gugur dalam bertugas atas nama negara. Ini salah satu mekanisme yang harus kita perbaiki bersama," ujarnya.
Willy menegaskan, pasukan TNI yang tergabung dalam misi perdamaian internasional harusnya dihormati sebagai upaya memelihara prinsip kemanusiaan. Hal itu semestinya dipahami oleh semua pihak yang bertikai.
"Kalau tidak ada lagi penghormatan yang layak terhadap etika internasional bisa bahaya pergaulan internasional nantinya. Karena itu harusnya PBB memberikan tindakan tegas dan terukur. Jangan sampai hal seperti ini membuat organisasi internasional makin diragukan di saat ada negara-negara yang mulai dengan sengaja tidak menghormati standar etik internasional," jelas Willy.
Sementara itu, Komandan Satgas Kizi TNI Konga XX-Q/Monusco Letkol Czi M P Sibuea, mengatakan Serma Rama Wahyudi gugur karena serangan kelompok bersenjata saat menjalankan tugas misi sebagai pasukan perdamaian PBB di wilayah Republik Demokratik Kongo, Afrika.
"Gugurnya prajurit TNI atas nama Serma Rama Wahyudi dan satu orang prajurit TNI yang terluka diakibatkan oleh serangan kelompok bersenjata di wilayah Makisabo, Kongo, Afrika pada Senin (22/6) pukul 17.30 waktu setempat," kata Sibuea dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu.
Peristiwa tersebut terjadi pada saat tugas pengiriman ulang logistik ke Temporary Operation Base (TOB) bagi prajurit Satgas Kizi TNI Konga XX-Q/Monusco yang melaksanakan pembangunan jembatan Halulu sebagai sarana pendukung bagi masyarakat setempat.
"Namun, ketika perjalanan kembali ke COB (Central Operation Base), terjadi penghadangan dengan dihujani tembakan ke arah konvoi kendaraan angkut personel yang dikawal oleh dua unit kendaraan tempur APC Malawi Batalyon di wilayah Makisabo," kata Sibuea.
Serangan mendadak tersebut diduga dilakukan oleh Allied Democratic Forces (ADF), kelompok bersenjata yang berkonflik dengan pemerintah Republik Demokratik Kongo.
Serma Rama Wahyudi meninggal dunia akibat terkena tembakan yang menembus dada atas sebelah kiri, sementara satu prajurit TNI lainnya yang terluka saat ini mendapat perawatan di Rumah Sakit Level III Goma Monusco.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020
"Luar biasa ini, tidak ada penghormatan terhadap etika internasional. Ini harus ada tindakan tegas dari PBB. Pemerintah harus secara resmi menyampaikan nota protes keras dan desakan agar PBB bertindak secara tegas dan efektif terhadap pelanggaran etika berat ini," tegas Willy dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu.
Menurut Willy, setiap anggota TNI yang dikirim dalam misi-misi perdamaian PBB adalah bagian dari penghormatan Indonesia terhadap etika pergaulan internasional.
Misi perdamaian juga merupakan bagian dari pelaksanaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 untuk menciptakan perdamaian dunia.
Oleh karena itu, pemerintah harus serius untuk mendesak PBB memberi tindakan tegas terhadap Pemerintah Kongo untuk menindak penanggung jawab penyerangan Serma Rama.
"Pasukan kita di Kongo itu dilindungi dengan hukum humaniter internasional. Mereka diserang oleh pihak berkonflik tanpa mengindahkan hukum internasional. Tentu serangan yang dilakukan tidak serta-merta terjadi, itu harus diusut dan dikejar pelakunya," kata Willy.
Politisi NasDem ini menyampaikan ungkapan dukanya bagi keluarga korban serangan milisi separatis Monusco di Kongo.
Dia juga meminta Kementerian Pertahanan, Kemenlu, dan TNI untuk memperhatikan kondisi keluarga korban.
Sebagai prajurit yang gugur dalam penugasan, menurut Willy, Negara harus memberi perhatian terhadap bukan hanya anggota TNI yang gugur, namun juga terhadap keluarga yang ditinggalkan.
"Anggota TNI sudah pasti jelas pertanggungjawaban negara terhadapnya. Kadang yang sering dilupakan justru keluarga para anggota TNI ini. Ada masa depan keluarga yang terenggut dari jatuhnya korban TNI. Ini harus dipikirkan, karena jelas-jelas TNI yang gugur dalam bertugas atas nama negara. Ini salah satu mekanisme yang harus kita perbaiki bersama," ujarnya.
Willy menegaskan, pasukan TNI yang tergabung dalam misi perdamaian internasional harusnya dihormati sebagai upaya memelihara prinsip kemanusiaan. Hal itu semestinya dipahami oleh semua pihak yang bertikai.
"Kalau tidak ada lagi penghormatan yang layak terhadap etika internasional bisa bahaya pergaulan internasional nantinya. Karena itu harusnya PBB memberikan tindakan tegas dan terukur. Jangan sampai hal seperti ini membuat organisasi internasional makin diragukan di saat ada negara-negara yang mulai dengan sengaja tidak menghormati standar etik internasional," jelas Willy.
Sementara itu, Komandan Satgas Kizi TNI Konga XX-Q/Monusco Letkol Czi M P Sibuea, mengatakan Serma Rama Wahyudi gugur karena serangan kelompok bersenjata saat menjalankan tugas misi sebagai pasukan perdamaian PBB di wilayah Republik Demokratik Kongo, Afrika.
"Gugurnya prajurit TNI atas nama Serma Rama Wahyudi dan satu orang prajurit TNI yang terluka diakibatkan oleh serangan kelompok bersenjata di wilayah Makisabo, Kongo, Afrika pada Senin (22/6) pukul 17.30 waktu setempat," kata Sibuea dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu.
Peristiwa tersebut terjadi pada saat tugas pengiriman ulang logistik ke Temporary Operation Base (TOB) bagi prajurit Satgas Kizi TNI Konga XX-Q/Monusco yang melaksanakan pembangunan jembatan Halulu sebagai sarana pendukung bagi masyarakat setempat.
"Namun, ketika perjalanan kembali ke COB (Central Operation Base), terjadi penghadangan dengan dihujani tembakan ke arah konvoi kendaraan angkut personel yang dikawal oleh dua unit kendaraan tempur APC Malawi Batalyon di wilayah Makisabo," kata Sibuea.
Serangan mendadak tersebut diduga dilakukan oleh Allied Democratic Forces (ADF), kelompok bersenjata yang berkonflik dengan pemerintah Republik Demokratik Kongo.
Serma Rama Wahyudi meninggal dunia akibat terkena tembakan yang menembus dada atas sebelah kiri, sementara satu prajurit TNI lainnya yang terluka saat ini mendapat perawatan di Rumah Sakit Level III Goma Monusco.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020