Di tengah maraknya sirkulasi hoaks dan terpaan konten bias komersial serta bias kepentingan politik kelompok tertentu, publik atau masyarakat membutuhkan keberadaan sumber informasi yang patut menjadi rujukan.
      
Dalam kaitan ini, Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI) sejatinya berpotensi menjadi salah satu sumber rujukan terpercaya bagi masyarakat untuk memperoleh tontonan sehat dan berkualitas.
       
Sebagai media rujukan, TVRI diharapkan menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dan memberi ruang untuk dialog interaktif, mewadahi pendapat masyarakat yang berbeda-beda, dan mendorong partisipasi warga untuk menyampaikan ide dan gagasan tanpa bias kepentingan.
      
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah TVRI masih diminati pemirsa, khususnya pemirsa dari kalangan milenial, yaitu orang yang lahir antara tahun 1981 dan 2000? 
      
Anggapan bahwa stasiun TVRI telah banyak ditinggalkan oleh penontonnya, terutama dari kalangan milenial tampaknya tidak terbukti. Di tengah dominasi teknologi internet di kalangan anak muda, generasi milenial ternyata masih menonton TVRI.
       
Demikian hasil riset yang dilakukan Rahayu, anggota peneliti pada Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) baru-baru ini. Riset terkait kiprah LPP TVRI itu dibiayai dari dana Hibah Riset Dosen Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gajah Mada (UGM) 
       
Riset yang dilakukan Rahayu pada Juni hingga Agustus 2019 itu menunjukkan bahwa hampir setengah dari respondennya menonton TVRI secara online, termasuk siaran langsung melalui internet dengan telepon genggam sebagai sarana utama untuk mengakses siaran televisi tersebut.
       
Survei menunjukkan, rata-rata warga milenial menonton TVRI untuk program berita. Besar kemungkinan ini merupakan reaksi dari maraknya sejumlah televisi swasta yang menjadi ‘partisan’ partai politik.
       
Temuan tersebut mendukung riset yang pernah dilakukan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) tahun 2017 yang menunjukkan hampir 80 persen milenial yang mereka survei masih menonton TVRI setiap hari.
       
Temuan penelitian-penelitian itu menunjukkan bahwa pemilihan milenial terhadap TVRI adalah karena harapan mereka bahwa stasiun televisi tersebut dapat merefleksikan nilai-nilai ideal lembaga penyiaran publik.
      
Nilai ideal dimaksud berorientasi pada kepentingan warga dengan menyiarkan program yang berkualitas serta mendorong dialog publik dan melestarikan budaya bangsa dengan memegang prinsip independen, netral, dan tidak bersifat komersial sesuai visi lembaga penyiaran tersebut.
       
Visi LPP TVRI adalah menjadi lembaga penyiaran kelas dunia yang memotivasi dan memberdayakan melalui program informasi, pendidikan dan hiburan yang menguatkan persatuan dan keberagaman guna meningkatkan martabat bangsa.
       
Adapun misinya antara lain menyelenggarakan program siaran yang terpercaya, memotivasi, dan memberdayakan untuk menguatkan kesatuan dan keberagaman guna meningkatkan martabat bangsa.
      
Misi lainnya adalah mengelola sumber daya keuangan dengan tata kelola yang transparan, akuntabel dan kredibel, secara profesional, modern, dan terukur kemanfaatannya.
       
Tidak kalah pentingnya, misi LPP TVRI juga menyelenggarakan tata kelola sumber daya manusia yang berkualitas, kompeten, kreatif dan beretika, serta secara transparan berbasis meritokrasi dan mencerminkan keberagaman.
      
Dalam upaya merealisasikan visi dan misinya itu, LPP TVRI  dituntut untuk menyajikan program-program dan karya jurnalistik dengan kualitas bersaing. Maka, unsur profesionalisme bagi seluruh awak TVRI harus selalu dikedepankan.
       
Profesionalisme itu sendiri baru bisa diwujudkan dalam praktek manajerial yang baik, termasuk melakukan efisiensi dalam pengelolaan anggaran. Misalnya jangan sampai TVRI menyiarkan banyak tayangan asing yang kurang sesuai dengan budaya bangsa, apalagi dilakukan dengan cara berhutang. 
       
Perlu ditekankan juga bahwa TVRI harus memiliki karakter sebagai lembaga penyiaran publik yang konsisten serta tidak terjebak dalam praktek bisnis. TVRI sebagai lembaga penyiaran publik adalah penyeimbang, televisi alternatif, dan bukan saingan televisi swasta.
       
Eksistensi TVRI sebagai lembaga penyiaran publik semakin dibutuhkan karena arah dari siaran televisi swasta pada titik tertentu membuat orang ingin mencari sesuatu yang lain. TVRI dapat mengambil kesempatan untuk menampilkan sesuatu yang berbeda.
       
TVRI tidak boleh kehilangan peran utamanya sebagai TV publik yang perlu membedakan diri dari TV swasta yang cenderung lebih berorientasi mengejar rating. TVRI tidak ditugaskan untuk bersaing dengan TV swasta, tetapi justru harus berkiprah melayani kebutuhan informasi warga yang sering ”diabaikan” oleh TV swasta.
       
Sebagai TV publik yang bebas dari tuntutan pasar dan kepentingan politik karena didanai negara, TVRI  seharusnya mampu menyajikan siaran-siaran yang lebih bermutu ketimbang lembaga penyiaran swasta. 
       
Dalam kaitan ini, prioritas kerja yang mendesak adalah penyegaran Sumber Daya Manusia (SDM) dengan membuka kesempatan yang sebesar-besarnya bagi generasi milenial untuk berkarya di TVRI. 
       
Informasi dari kalangan internal TVRI menyebutkan, sampai sejauh ini SDM di lembaga penyiaran itu didominasi oleh generasi senior yang sejatinya kurang mempunyai semangat kerja dan kreativitas akibat kultur kerja yang sejak lama tidak terbina dengan baik. 
       
Prioritas lainnya adalah perlunya LPP TVRI melakukan riset di masyarakat mengenai jenis tontonan yang disukai dan berpotensi menarik di berbagai tingkat pendidikan pemirsa, mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
       
Bagaimanapun, televisi  publik yang baik adalah televisi yang bisa mengemas sesuatu yang penting menjadi sesuatu yang menarik. TVRI diharapkan mengisi ruang-ruang informasi penting yang tdak terwadahi media umum lainnya.
       
Banyak pihak juga berharap TVRI bisa “go international” sehingga menjadi acuan masyarakat dunia dalam mencari informasi tentang Indonesia. TVRI dapat menjadi media untuk memperkenalkan Indonesia dari sisi pariwisata, keindahan flora-fauna, serta kekayaan alam dan budayanya, termasuk peluang investasi di dalam negeri. 
       
Oleh karena itu TVRI tidak bisa dikelola dengan cara-cara transaksional, reaktif, atau berjangka pendek, tetapi harus  bisa dibangun dengan langkah-langkah jangka panjang yang visioner atau berjangkauan jauh ke depan. 
       
Oleh karena itu pula LPP TVRI perlu memiliki pemimpin yang visioner, proaktif, dan bisa menjadi teladan serta mampu berkomunikasi efektif dengan berbagai pihak terkait, sebab kemajuan suatu institusi atau organisasi manapun pada akhirnya akan banyak bergantung pada kualitas “leadership” (kepemimpinan) pengelolanya.
       
Kepemimpinan itu sendiri adalah salah satu fungsi manajemen untuk mempengaruhi, mengarahkan, memotivasi, dan mengawasi orang lain agar dapat melakukan tugas-tugas yang telah direncanakan sehingga mencapai sasaran dan tujuan organisasi. 
       
Kemampuan kepemimpinan seorang pemimpin tertinggi di suatu organisasi, bagaimanapun akan sangat mempengaruhi kinerja organisasi yang bersangkutan, terutama dalam hal pencapaian tujuan yang sudah disepakati bersama. 
       
Dalam kaitan ini, Dewan Pengawas (Dewas) TVRI baru-baru ini resmi melantik seorang pekerja seni di bidang film Iman Brotoseno menjadi Direktur Utama LPP TVRI Pengganti Antarwaktu (PAW), yakni pada 27 Mei 2020. Iman yang menggantikan posisi Helmy Yahya bakal bertugas hingga tahun 2022.
       
Tetapi usai dilantik sebagai Dirut TVRI, Iman menerima banyak kritikan terkait sepak terjangnya di masa lampau. Warganet ramai-ramai mengunggah kembali cuitan lama Iman lewat tangkapan layar (screenshot) di Twitter yang beberapa di antaranya bermuatan konten pornografi.
       
Pria yang pernah menempuh pendidikan “Film Production” di United Kingdom (UK)  itu juga dikabarkan pernah menjadi kontributor foto dan artikel untuk majalah Playboy Indonesia serta memiliki simpati terhadap organisasi Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
       
Seperti diakui Iman sendiri, kritikan publik terkait sepak terjangnya di masa lampau merupakan fakta yang harus dihadapi. Sarjana hukum yang menyukai dunia fotografi dan perfilman itu nampaknya mengakui bahwa jejak digital memang kejam dan pada ahirnya justru harus menguatkan komitmennya untuk fokus memajukan TVRI ke depan.
        
Dirut TVRI yang baru itu memang dituntut untuk membuktikan bahwa dia mampu bekerja dengan teamwork yang solid, profesional, independen, dan mengedepankan kepentingan nasional sehingga menjadikan LPP TVRI sebagai sumber rujukan terpercaya dan berkualitas bagi publik di Indonesia, bahkan di dunia internasional.

*Penulis, Aat Surya Safaat adalah Konsultan Komunikasi, Asesor Uji Kompetensi Wartawan Persatuan Wartawan Indonesia (UKW-PWI), Anggota Komisi Infokom Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ketua Bidang Humas Ormas Mathla’ul Anwar, dan Penasehat Forum Akademisi Indonesia (FAI).

 

Pewarta: Oleh Aat Surya Safaat*

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020